Jumat, 17 April 2015

tokoh riau-Pekanbaru



Ir H Chaidir Ritonga MM


KETIKA dilantik menjadi anggotaDPRD Sumut priode 2009-2014, tidak sedikit orang yang tercengang. Apa benar, orang yang dahoeloe alergi politik dan dimasa orde baru selalu diawasi karena dikenal sebagai aktivis kampus yang pro Golongan Putih (Golput), malah menjadi pimpinan di lembaga legislatif ?Namunitulah yang dialami Ir H Chaidir Ritonga MM.  Anak petani Haminjon (Kemenyan) di dusun Sipetang Desa Sibulanbulan,Kecamatan Pahae Jae, Tapanuli Utara (Taput), 13 Januari 1962, itu Senin 14 September 2009 lalu, dilantik menjadi anggota DPRD Sumut. Bahkan  pengusaha sukses tersebut, diamanahkan menjadi salah seorang Wakil Ketua. Langkah Chaidir Ritonga gelar Baginda Parlaungan Ritonga terjun ke politik praktis, agaknya memang mengundang kontroversi. Terutama bagi rekan sejawatnya di dunia bisnis. Ada yang bingung, disamping tentu ada yang cepat memahaminya. Bagi yang masih heran malah bertanya, apa yang kau cari Chaidir ?
Munculnya sikap heran atas langkah ayah dua putra dan satu putri serta suami dari Mahdarwati Napitupulu ini terjun ke politik, memang sesuatu yang wajar. Walau sebetulnya, jejak langkah Chaidir dalam kurun waktu terakhir tidak jauh beda dengan tugas-tugas yang akan diembannya selaku wakil rakyat di lembaga legislatif.
Lihat misalnya, sepak terjangnya selama ini di dunia bisnis. Dia dikenal sebagai interpleneur yang cerdas dengan pikiran-pikirannya yang elegan. Dia pebisnis yang memiliki talenta fakar dengan daya analisis tajam. Ini pula yang membuatnya berbeda dengan pengusaha lain. Jangan lupa, dia pengusaha sekaligus kolumnis sejumlah media cetak.
Talenda mencintai ilmu pengetahuan, diwarisi dari keteladanan orangtuanya yang berwawasan masa depan. Dan talenta kepemimpinannya juga sudah mulai nampak sejak Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas di Kota Padangsidimpuan Tapsel.  Sedangkan gelar insinyur diperolehnya di IPB Bogor, S-2 dan S-3 di USU Medan.
Lebih dari itu, ditengah kesibukannya selama ini mengurusi bisnis, Chaidir masih menyempatkan diri menganalisis berbagai isu krusial yang terjadi di negeri ini. Malah lewat tulisan-tulisannya yang cerdas dan segar, Chaidir mampu bicara lantang tentang banyak hal. Tidak hanya berkutat pada isu sekitar bisnis, tapi juga masalah pebisnis itu sendiri.
Sebut misalnya artikelnya yang pernah membuat merah kuping para pimpinan Perguruan Tinggi, ketika Chaidir menulis di media cetak yang menuding wisudawan Perguruan Tinggi sebagai  pengangguran baru yang menambah beban Negara. Dia mengkritisi Perguruan Tinggi yang tak mampu mencetak generasi berjiwa interpleneur, melainkan sekedar tenaga kerja disektor formal yakni pegawai negeri sipil (PNS).
Dia menawarkan agar Perguruan Tinggi menerapkan metode pengajaran baru. Bukan sekedarmemperkenalkan entrepreneur kepada mahasiswa, tetapi menggugah sisi entrepreneur agar lulusan perguruan tinggi memiliki kreatifitas, inovasi, dan semangat pantang menyerah.
Kata dia, mindset  yang masih menganggap bahwa setelah lulus mencari kerja, harus diubah. Pendidikan tinggi perlu diarahkan pada pendidikan entrepreneur namun tetap tidak menghilangan identitas lainnya sebagai lembaga pendidikan tinggi berorientasi pada research dan discovery.
Dia juga pernah menawarkan konsep pemberian bantuan segar berupa kredit modal kerja bagi sarjana baru, dengan menjadikan ijazah sarjananya sebagai agunan.
Chaidir Ritonga memang mantan aktivis kampus yang memiliki sikap kritis terhadap berbagai hal. Sejak menjadi aktivis HMI di Institut Pertanian Bogor (IPB), dia sudah terbiasa kritis terutama terhadap kebijakan pemerintah yang dianggapnya tidak prorakyat.
Ketika mahasiswa dia dikenal sebagai aktivis kampus yang pro Golput dan sangat alergi terhadap politik. Maka setelah mengantongi gelar insiyur dari IPB, dia tidak terjun ke politik seperti ditempuh rekannya sesame aktivis kampus.
Malah walau ditawari beasiswa melanjutkan pendidikan program master ke perguruan tinggi di luiar negeri dan diangkat menjadi dosen di Universitas Bengkulu, Chaidir malah tidak menjatuhkan pilihan kesana. Dia malah memilih bekerja di perusahaan milik asing.
Namun kerja di perusahaan asing dengan gaji cukup besar dimasa itu untuk seusianya,
tidak membuatnya betah. Disana dia hanya bekerja antara tahun 1987 s/d1989. Semangatnya untuk hidup mandiri justeru lebih menonjol, hingga akhirnya memilih terjun total ke bisnis. Bermodal bantuan kredit dari Bank Bumi Daya (BBD) waktu itu, tahun 1990 dia memulai bisnis tambak udang di Langsa, Aceh.

Namun berkat pergaulkannya dengan pengusaha Burhanuddin Napitupulu yang saat itu juga dikenal sebagai politikus di Golkar, dia mulai akrap dengan dunia politik. Jika selama ini dia alergi bicara politik karena sering dikejar-kejar intel, lambat laun mulai memahami hakekat politik sesungguhnya.
Apalagi dia meilihat sosok Burhanuddin Napilupulu yang tahun 1992 resmi menjadi mertuanya sangat bersahaja, taat beribadah, dermawan dan peduli terhadap nasip rakyat. Lewat jalur politik malah banyak yang dapat diperbuat untuk rakyat, tidak semata lewat jalur bisnis.
Karirnya dijalur politik dimulai sebagai Waki Bendahara DPD Partai Golkar Sumut tahun 1998. Lalu pada Pemilu 2009 dia mencalonkan diri sebagai calon anggota DPR RI, namun gagal karena terbentur aturan internal di partai Golkar. Hingga akhirnya mendaftar dari Dapil 6 Sumut yang meiliputi Padangsidimpuan, Tapanuli Selatan,  Mandailing Natal, Padang Lawas dan Padang Lawas Utara.
Lewat suara yang sangat signifikan, Chaidir terpilih menjadi anggota DPRD Sumut priode 2009-2014. Bahkan diamanahkan menjadi Wakil Ketua DPRD Sumut.
Chaidir Ritonga memiliki alasan kuat untuk terjun ke politik praktis. Bukan sekedar latah, apalagi untuk mengejar prestise dan kekayaan materi. Maka dalam habitat barunya ini, dia bertekad untuk berbuat yang terbaik sesuai yang dia mampu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar