Syekh
Abdurrahman Siddiq al-Banjari
Syekh Abdurrahman Siddiq al-Banjari, Mufti Kerajaan
Indragiri Riau adalah salah seorang buyut dari Syekh Muhammad Arsyad
al-Banjari. Beliau adalah seorang ulama besar yang hidup pada tahun 1857-1939
M, sangat terkenal tidak saja di Kalimantan Selatan, tetapi juga di daerah
Sumatera dan daerah lainnya. Salah satu karya tulisnya yang populer adalah
risalah Amal Ma’rifah.
Kitab ini disusun oleh beliau untuk menjadi tuntunan bagi orang-orang yang mencari ilmu-ilmu kesempurnaan di zaman itu, sebab sedikit sekali guru tasawuf yang alim dan mampu mengajarkan tasawuf secara benar. Kitab ini juga sering dijadikan rujukan serta diajarkan oleh ulama atau guru-guru agama di Kalimantan Selatan, dan ada kecenderungan kitab ini diidentikkan dengan kitab al-Durr al-Nafis karya Syekh Muhammad Nafis al-Banjari, serta dianggap bernuansa ajaran wahdat al-wujud. Terkait dengan hal ini penulis tertarik untuk meneliti kitab ini secara lebih jauh dan mendalam tentang konsep tauhid sufistik dan tasawuf Syekh Abdurrahman Siddiq al-Banjari yang terkandung dalam kitabnya tersebut, sehingga penilaian terhadap kitab ini dapat lebih komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Di tengah masyarakat Kalimantan Selatan, nama Syekh Abdurrahman Siddiq al-Banjari cukup dikenal, sebab beliau merupakan salah seorang zuriat ulama besar Kalimantan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Beliau adalah seorang da’i yang gigih, pendidik yang giat, mufti yang aktif, penerjemah, ulama yang wara’, sufi yang tawadhu, dan juga penyair kondang yang pertama sekali memperkenalkan tasawuf di tanah Melayu. Syair-syair yang beliau susun mampu memukau orang-orang di zamannya, sehingga melalui syair-syair itu beliau juga berdakwah dan berusaha meluruskan aliran kalam dan tasawuf yang cenderung menyimpang, disebabkan para tokohnya yang tidak memiliki dasar agama yang kuat dan hanya bertumpu pada khayalan dan alam kebatinan saja.Selain aktif berdakwah, Abdurrahman Siddiq juga aktif menulis, di antara karyanya yang terkenal adalah Amal Ma’rifah dan Syajaratul Arsyadiyah.
Latar belakang ditulisnya kitab Amal Ma’rifah ini berangkat dari banyaknya orang yang menuntut ilmu ke berbagai wilayah Nusantara guna mencari ilmu-ilmu “kesempurnaan” dalam rangka mencapai martabat seorang muslim yang betul-betul taat kepada Allah SWT. Namun pada saat itu banyak aliran kalam dan tasawuf yang cenderung menyimpang, karena tidak menempatkan porsi syariat secara benar sehingga masyarakat cenderung menjadi fatalis (Jabari), disebabkan para tokohnya yang tidak memiliki dasar agama yang kuat dan hanya bertumpu pada khayalan dan alam kebatinan saja. Untuk itulah kitab Amal Ma’rifah dapat menjembatani dan menjadi arah bagi orang-orang yang mencari kesempurnaan keimanan kepada Allah SWT.
Di daerah Kalimantan Selatan pun diduga ada pandangan masyarakat yang cenderung menyimpang dari ajaran kitab tersebut. Hal ini kemungkinan disebabkan cara orang dalam memahami kitab ini terlalu tekstual dan sepotong-sepotong. Memang di dalam kitab ini ada beberapa ajaran tasawuf yang cenderung menyatukan antara Khalik dengan makhluk, antara lain pernyataan yang menegaskan bahwa semua perbuatan manusia harus dipandang dengan matahati dan matakepala disertai i’tikad bahwa peristiwa yang terjadi di alam ini adalah semata-mata perbuatan Allah.
Pemahaman terhadap materi kitab yang tidak menyeluruh, berakibat banyak pandangan yang menyimpang dari inti kitab ini. Sebagaimana terungkap dalam seminar “Pemantapan Tasawuf di Kalimantan Selatan” tahun 1985 dan seminar “Pemantapan Pengajian Tasawuf Sunni di Kalimantan Selatan” tahun 1986, banyak peserta seminar menilai bahwa kitab beliau tersebut beraliran Wahdat al-Wujud.
Ketidaktahuan dalam memahami ajaran atau gagasan suatu kitab, dapat merusak ketauhidan dan paham tasawuf seseorang. Oleh karena itu, isi kitab tersebut perlu dikaji lebih menyeluruh lagi, sehingga diperoleh kejelasan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan, dan terhindar dari kesalahan dalam memvonis ajaran seorang ulama.
Dalam kitab Amal Ma’rifah nampaknya bahwa Syekh Abdurrahman Siddiq mengemukakan tentang konsep tauhid dan sufistik yang bernuansa Akhlaki/Amali paling jauh sampai kepada wahdat al-syuhud, akan tetapi tidak sampai kepada wahdat al-wujud meskipun ada sejumlah ungkapan yang mendekati ke arah itu. Hal ini karena pada saat itu setting sosial masyarakat banyak diwarnai paham wahdat al-wujud, yang terlihat dengan banyaknya ajaran-ajaran yang mengarah kepada paham tersebut di masyarakat.
Sementara itu, secara umum tulisan yang mengetengahkan sosok Abdurrahman Siddiq al-Banjari sebagai objek kajian cukup banyak, baik yang ditulis dalam bentuk penelitian maupun artikel ilmiah antara lain adalah :
1. Hasil penelitian Bahran Noor Haira berjudul “Kitab Amal Ma’rifah, Sebuah Interpretasi Baru, (1996) mengungkapkan pemahaman baru dan berisikan bantahan terhadap anggapan orang yang menilai bahwa Abdurrahman Siddiq penganut tasawuf wahdat al-wujud.
2. Jamhari Arsyad dalam skripsi sarjananya di Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin tahun 1985 mengangkat judul “Risalah Amal Ma’rifah (Tinjauan Atas Suatu Ajaran Tasawuf)”. Penelitian ini walaupun ditekankan pada tinjauan tasawuf, namun titik tekannya lebih pada kualitas tafsir dan hadits yang digunakan dalam kitab tersebut.
3. Tulisan M. Arrafie Abduh berjudul “Corak Tasawuf Abdurrahmad Siddiq dalam Syair-Syairnya”, yang dimuat dalam Jurnal Penelitian Kutubkhanah, Volume III, diterbitkan oleh IAIN Sultan Syarif Qasim Pekanbaru Riau tahun 2000/2001, mengkaji pemikiran tasawuf Abdurrahman Siddiq al-Banjari lewat syair-syair yang telah beliau tulis.
4. Tulisan Muhammad Nazir berjudul “Kontroversi Sikap Ulama Tentang Eksistensi Ilmu Kalam dan Pandangan Syekh Abdurrahman Siddiq al-Banjari”, yang dimuat dalam Jurnal Khazanah IAIN Antasari, Volume II, Nomor 3, Mei-Juni 2003, mengkaji dan mengungkapkan tentang pendapat dari Abdurrahman Siddiq terhadap eksistensi dan urgensi Ilmu Kalam, melalui salah satu karya tulisnya berkenaan dengan masalah tauhid, yang berjudul Aqaid al-Iman.
Kitab ini disusun oleh beliau untuk menjadi tuntunan bagi orang-orang yang mencari ilmu-ilmu kesempurnaan di zaman itu, sebab sedikit sekali guru tasawuf yang alim dan mampu mengajarkan tasawuf secara benar. Kitab ini juga sering dijadikan rujukan serta diajarkan oleh ulama atau guru-guru agama di Kalimantan Selatan, dan ada kecenderungan kitab ini diidentikkan dengan kitab al-Durr al-Nafis karya Syekh Muhammad Nafis al-Banjari, serta dianggap bernuansa ajaran wahdat al-wujud. Terkait dengan hal ini penulis tertarik untuk meneliti kitab ini secara lebih jauh dan mendalam tentang konsep tauhid sufistik dan tasawuf Syekh Abdurrahman Siddiq al-Banjari yang terkandung dalam kitabnya tersebut, sehingga penilaian terhadap kitab ini dapat lebih komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Di tengah masyarakat Kalimantan Selatan, nama Syekh Abdurrahman Siddiq al-Banjari cukup dikenal, sebab beliau merupakan salah seorang zuriat ulama besar Kalimantan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Beliau adalah seorang da’i yang gigih, pendidik yang giat, mufti yang aktif, penerjemah, ulama yang wara’, sufi yang tawadhu, dan juga penyair kondang yang pertama sekali memperkenalkan tasawuf di tanah Melayu. Syair-syair yang beliau susun mampu memukau orang-orang di zamannya, sehingga melalui syair-syair itu beliau juga berdakwah dan berusaha meluruskan aliran kalam dan tasawuf yang cenderung menyimpang, disebabkan para tokohnya yang tidak memiliki dasar agama yang kuat dan hanya bertumpu pada khayalan dan alam kebatinan saja.Selain aktif berdakwah, Abdurrahman Siddiq juga aktif menulis, di antara karyanya yang terkenal adalah Amal Ma’rifah dan Syajaratul Arsyadiyah.
Latar belakang ditulisnya kitab Amal Ma’rifah ini berangkat dari banyaknya orang yang menuntut ilmu ke berbagai wilayah Nusantara guna mencari ilmu-ilmu “kesempurnaan” dalam rangka mencapai martabat seorang muslim yang betul-betul taat kepada Allah SWT. Namun pada saat itu banyak aliran kalam dan tasawuf yang cenderung menyimpang, karena tidak menempatkan porsi syariat secara benar sehingga masyarakat cenderung menjadi fatalis (Jabari), disebabkan para tokohnya yang tidak memiliki dasar agama yang kuat dan hanya bertumpu pada khayalan dan alam kebatinan saja. Untuk itulah kitab Amal Ma’rifah dapat menjembatani dan menjadi arah bagi orang-orang yang mencari kesempurnaan keimanan kepada Allah SWT.
Di daerah Kalimantan Selatan pun diduga ada pandangan masyarakat yang cenderung menyimpang dari ajaran kitab tersebut. Hal ini kemungkinan disebabkan cara orang dalam memahami kitab ini terlalu tekstual dan sepotong-sepotong. Memang di dalam kitab ini ada beberapa ajaran tasawuf yang cenderung menyatukan antara Khalik dengan makhluk, antara lain pernyataan yang menegaskan bahwa semua perbuatan manusia harus dipandang dengan matahati dan matakepala disertai i’tikad bahwa peristiwa yang terjadi di alam ini adalah semata-mata perbuatan Allah.
Pemahaman terhadap materi kitab yang tidak menyeluruh, berakibat banyak pandangan yang menyimpang dari inti kitab ini. Sebagaimana terungkap dalam seminar “Pemantapan Tasawuf di Kalimantan Selatan” tahun 1985 dan seminar “Pemantapan Pengajian Tasawuf Sunni di Kalimantan Selatan” tahun 1986, banyak peserta seminar menilai bahwa kitab beliau tersebut beraliran Wahdat al-Wujud.
Ketidaktahuan dalam memahami ajaran atau gagasan suatu kitab, dapat merusak ketauhidan dan paham tasawuf seseorang. Oleh karena itu, isi kitab tersebut perlu dikaji lebih menyeluruh lagi, sehingga diperoleh kejelasan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan, dan terhindar dari kesalahan dalam memvonis ajaran seorang ulama.
Dalam kitab Amal Ma’rifah nampaknya bahwa Syekh Abdurrahman Siddiq mengemukakan tentang konsep tauhid dan sufistik yang bernuansa Akhlaki/Amali paling jauh sampai kepada wahdat al-syuhud, akan tetapi tidak sampai kepada wahdat al-wujud meskipun ada sejumlah ungkapan yang mendekati ke arah itu. Hal ini karena pada saat itu setting sosial masyarakat banyak diwarnai paham wahdat al-wujud, yang terlihat dengan banyaknya ajaran-ajaran yang mengarah kepada paham tersebut di masyarakat.
Sementara itu, secara umum tulisan yang mengetengahkan sosok Abdurrahman Siddiq al-Banjari sebagai objek kajian cukup banyak, baik yang ditulis dalam bentuk penelitian maupun artikel ilmiah antara lain adalah :
1. Hasil penelitian Bahran Noor Haira berjudul “Kitab Amal Ma’rifah, Sebuah Interpretasi Baru, (1996) mengungkapkan pemahaman baru dan berisikan bantahan terhadap anggapan orang yang menilai bahwa Abdurrahman Siddiq penganut tasawuf wahdat al-wujud.
2. Jamhari Arsyad dalam skripsi sarjananya di Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin tahun 1985 mengangkat judul “Risalah Amal Ma’rifah (Tinjauan Atas Suatu Ajaran Tasawuf)”. Penelitian ini walaupun ditekankan pada tinjauan tasawuf, namun titik tekannya lebih pada kualitas tafsir dan hadits yang digunakan dalam kitab tersebut.
3. Tulisan M. Arrafie Abduh berjudul “Corak Tasawuf Abdurrahmad Siddiq dalam Syair-Syairnya”, yang dimuat dalam Jurnal Penelitian Kutubkhanah, Volume III, diterbitkan oleh IAIN Sultan Syarif Qasim Pekanbaru Riau tahun 2000/2001, mengkaji pemikiran tasawuf Abdurrahman Siddiq al-Banjari lewat syair-syair yang telah beliau tulis.
4. Tulisan Muhammad Nazir berjudul “Kontroversi Sikap Ulama Tentang Eksistensi Ilmu Kalam dan Pandangan Syekh Abdurrahman Siddiq al-Banjari”, yang dimuat dalam Jurnal Khazanah IAIN Antasari, Volume II, Nomor 3, Mei-Juni 2003, mengkaji dan mengungkapkan tentang pendapat dari Abdurrahman Siddiq terhadap eksistensi dan urgensi Ilmu Kalam, melalui salah satu karya tulisnya berkenaan dengan masalah tauhid, yang berjudul Aqaid al-Iman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar